Shonkoff (2000) mengatakan bahwa anak
dilahirkan ke dunia dibekali dengan kemampuan untuk belajar. Pada lima tahun
pertama, pertumbuhan mereka luar biasa terutama dalam kemampuan linguistik,
konseptual, sosial, emosional, dan kompetensi motoriknya. Sejak lahir seorang
anak yang sehat tumbuh menjadi seorang partisipant yang aktif, dibekali dengan
kemampuan jelajah lingkungan, belajar untuk berkomunikasi dan setelah sedikit
mengikuti pertumbuhannya berkembang dengan kemampuan mengkonstruk ide dan teori
tentang benda dan lingkungan sekitarnya.
Oleh Karena itu perlu kiranya dilakukan stimulus yang responsif terhadap perkembangan keaksaraan anak, untuk mengembangkan kemampuan keaksaraan anak sesuai dengan tahapan dan tumbuh kembangnya. Mengembangkan keaksaraan seharusnya dilakukan dengan memperhatikan faktor kemampuan bawaan anak sejak lahir, agar pertumbuhan anak semakin luar biasa, terutama pada lima tahun pertama.
Oleh Karena itu perlu kiranya dilakukan stimulus yang responsif terhadap perkembangan keaksaraan anak, untuk mengembangkan kemampuan keaksaraan anak sesuai dengan tahapan dan tumbuh kembangnya. Mengembangkan keaksaraan seharusnya dilakukan dengan memperhatikan faktor kemampuan bawaan anak sejak lahir, agar pertumbuhan anak semakin luar biasa, terutama pada lima tahun pertama.
Untuk mengajari
anak membaca hendaknya kita memulai dengan
mengenal hal-hal yang konkret terlebih dahulu, kemudian semi konkret dan baru
kemudian hal-hal yang abstrak. Mengajar anak yang masih usia dini perlu
kesungguhan dan kesabaran dari pihak guru maupun orangtua. masih banyak orang
tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya pada lembaga pendidikan khususnya
guru sekolah. Padahal tugas guru adalah sebagai pemberi konsep awal untuk
belajar membaca, cara mebaca, dan teknik mengucapkan bacaan. Selebihnya adalah
tanggung jawab dan tugas orang tua dirumah, mengingat lebih banyaknya
prosentasi waktu dirumah daripada disekolah maupun di tempat pendidikan yang
lain semisal tempat les atau bimbel. Orangtua pun sebaiknya ikut berusaha
membimbing bagaimana caranya agar anak cepat bisa membaca dengan baik. Harus
disadari, pertama-tama yang bertanggung jawab soal pendidikan anak (apalagi
balita) adalah orang tua atau keluarga. Pihak yang lain adalah Cuma sebagai
motivator dan pembimbing.
Membaca
Bukan Mengeja
Membaca sudah dapat diajarkan pada balita, bahkan lebih efektif daripada sudah memasuki usia sekolah (6 tahun). Menurut pengalaman, bahwa anak umur 4 tahun lebih efektif daripada umur 5 tahun. Umur 3 tahun lebih mudah daripada 4 tahun. Jelasnya, makin kecil makin mudah untuk diajar — tentu dalam batas anak kalau sudah mulai bisa bicara, mengucapkan konsonan dengan benar.
Anak balita bisa menyerap informasi secara luar biasa. Semakin muda umur anak, semakin besar daya serapnya terhadap informasi baru. Belajar bagi anak adalah sesuatu yang mengasyikkan. Karena belajar mengasyikkan, maka ia bisa menguasai lebih cepat.
Membaca sudah dapat diajarkan pada balita, bahkan lebih efektif daripada sudah memasuki usia sekolah (6 tahun). Menurut pengalaman, bahwa anak umur 4 tahun lebih efektif daripada umur 5 tahun. Umur 3 tahun lebih mudah daripada 4 tahun. Jelasnya, makin kecil makin mudah untuk diajar — tentu dalam batas anak kalau sudah mulai bisa bicara, mengucapkan konsonan dengan benar.
Anak balita bisa menyerap informasi secara luar biasa. Semakin muda umur anak, semakin besar daya serapnya terhadap informasi baru. Belajar bagi anak adalah sesuatu yang mengasyikkan. Karena belajar mengasyikkan, maka ia bisa menguasai lebih cepat.
Mengajar anak membaca bukan dengan mengeja seperti cara konvensional di sekolah
yang dimulai pengenalan nama huruf, kemudian mengenal suku kata, barulah
mengenal kata, akhirnya kalimat. Mengajar anak membaca adalah dengan cara
mengenalkan satu kata yang bermakna dan kata itu sudah akrab pada pikiran anak
atau sudah sering di ucapkan sebelumnya. Seperti contoh : Anak belajar
membaca karena hafal konsonannya (suara) seperti: “a – i – u – e – o “
ketika dibolak balik menjadi “ i – o – u – e – a “ anak akan
membaca sama yaitu tetap membaca “a – i – u – e – o “. Karena image
anak akan menangkap secara konsonan, bukan secara konsep. Disini anak akan
terlalu lama untuk memahami bentuk huruf, apalagi bagi anak yang kurang
konsentrasi. Anak belajar membaca dengan konsep. Dalam tahap awal anak
diajarkan dulu bentuk bunyi. “a – i – u – e – o “ Setelah anak hafal bentuk
bunyi, kemudian anak di ajarkan (dipahamkan) bentuk huruf seperti “a – i – u –
e – o “ dengan cara dibolak balik menjadi “ i – o – u – e – a “. . “o – u –
e – i – a “ dan lain sebagainya sampai anak benar paham bentuk
huruf, dan hal ini tidak membutuhkan waktu yang lama.
Selanjutnya setelah anak paham bentuk konsonan dan bentuk huruf diatas maka anak akan mulai memasuki tahap belajar membaca dengan tidak mengeja, dengan metode penggabungan antara bentuk konsonan dan bentuk huruf. Yang di terapkan secara bertahap dan tersusun (konstruktif) dari awal sampai akhir.
Contoh :
“a = ba, “o = bo, “i = bi, “e = be ….dst
Disini anak akan cepat menangkap dan membedakan bentuk dan bunyi huruf.
Selanjutnya setelah anak paham bentuk konsonan dan bentuk huruf diatas maka anak akan mulai memasuki tahap belajar membaca dengan tidak mengeja, dengan metode penggabungan antara bentuk konsonan dan bentuk huruf. Yang di terapkan secara bertahap dan tersusun (konstruktif) dari awal sampai akhir.
Contoh :
“a = ba, “o = bo, “i = bi, “e = be ….dst
Disini anak akan cepat menangkap dan membedakan bentuk dan bunyi huruf.
Tingkat-tingkat
Pencapaian Konsep
Dengan metode ini diharapkan Anak dapat mencapai Empat tingkat konsep belajar membaca yaitu :
1). Tingkat konkret
Pencapaian tingkat ini ditandai dengan adanya pengenalan anak terhadap suatu bunyi huruf dan bentuk huruf. Anak akan bisa mengidentifikasi bahwa itu adalah bunyi dan bentuk huruf. Anak mampu membedakan huruf dengan bunyi dan bentuk. Disini anak sudah mampu menyimpan gambaran bentuk dan bunyi huruf dalam struktur kognitifnya secara mudah.
2). Tingkat identitas
Anak dapat mencapai tingkat konsep identitas apabila ia mengenal suatu huruf setelah selang waktu tertentu. Misalnya mengenal dan dengan spontan menyebut huruf “ C “ ketika ia melihat majalah atau papan nama di pinggir jalan.
3). Tingkat klasifikatori
Pada tingkat ini anak sudah mampu mengenal persamaan dari contoh yang berbeda. Misalnya anak mampu membedakan antara huruf (a) dibelakang huruf (b) maka dengan reflek anak akan menyebutnya (ba), bukan menyebut per huruf yaitu (b – a = ba) …..dst
4). Tingkat formal
Pada tingkat ini anak sudah mampu membatasi suatu kalimat dengan kalimat lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal. Seperti: ini gajah, maka anak akan menggambarkan bahwa bentuk gajah itu besar, kupingnya lebar, belalainya panjang…dst
Dengan metode ini diharapkan Anak dapat mencapai Empat tingkat konsep belajar membaca yaitu :
1). Tingkat konkret
Pencapaian tingkat ini ditandai dengan adanya pengenalan anak terhadap suatu bunyi huruf dan bentuk huruf. Anak akan bisa mengidentifikasi bahwa itu adalah bunyi dan bentuk huruf. Anak mampu membedakan huruf dengan bunyi dan bentuk. Disini anak sudah mampu menyimpan gambaran bentuk dan bunyi huruf dalam struktur kognitifnya secara mudah.
2). Tingkat identitas
Anak dapat mencapai tingkat konsep identitas apabila ia mengenal suatu huruf setelah selang waktu tertentu. Misalnya mengenal dan dengan spontan menyebut huruf “ C “ ketika ia melihat majalah atau papan nama di pinggir jalan.
3). Tingkat klasifikatori
Pada tingkat ini anak sudah mampu mengenal persamaan dari contoh yang berbeda. Misalnya anak mampu membedakan antara huruf (a) dibelakang huruf (b) maka dengan reflek anak akan menyebutnya (ba), bukan menyebut per huruf yaitu (b – a = ba) …..dst
4). Tingkat formal
Pada tingkat ini anak sudah mampu membatasi suatu kalimat dengan kalimat lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal. Seperti: ini gajah, maka anak akan menggambarkan bahwa bentuk gajah itu besar, kupingnya lebar, belalainya panjang…dst
0 komentar:
Posting Komentar